Bukan Dinas PU Bina Marga Kabupaten Bandung namanya, bila tidak bermasalah dalam Pembangunan Infrastruktur. Sebagian besar proyek yang dilaksanakan sepertinya dikerjakan asal jadi, oleh Pemborong (Kontraktor) yang dapat tender proyek PU.
Bukan hanya itu, banyaknya proyek yang di kerjakan tidak memakai Papan Nama Proyek dalam transpransi publik.
Maraknya pembangunan gelap khususnya yang berada di wilayah Kabupaten Bandung, pasalnya banyak ditemukan kegiatan proyek pembangunan infrastruktur sejak dimulai sampai dengan selesai kegiatan pembangunan, kebanyakan ditemukan dilapangan tanpa dipasang papan proyek.
Maraknya pembangunan gelap khususnya yang berada di wilayah Kabupaten Bandung, pasalnya banyak ditemukan kegiatan proyek pembangunan infrastruktur sejak dimulai sampai dengan selesai kegiatan pembangunan, kebanyakan ditemukan dilapangan tanpa dipasang papan proyek.
Hal ini menunjukan dan mencerminkan ketidak patuhan dan pembangkangan pada aturan Keputusan Presiden (Kepres) No. 80 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa, yang menegaskan suatu kewajiban bagi para pelaksana proyek untuk memasang papan proyek.
Ironis memang, sejumlah proyek pembagunan yang ditemukan di Kabupaten Bandung, baik proyek pembangunan infrastruktur bangunan sekolah, fasilitas infrastruktur jalan dan jembatan, proyek TPT dan Kirmir bangunan-bangunan kantor Pemerintah desa, gedung serbaguna dan sebagai nya, dalam akses keterbukaan informasi publik terkait pelaksanaan pembangunan tersebut terkesan sangat ditutup tutupi, bahkan unsur kesengajaan agar masyarakat jangan banyak tahu.
Salah satu nya proyek tembok penahan tanah (TPT) jalan PAM RW 11 Desa Bojongsari yang terletak di Kecamatan Bojongsoang, volume yang tidak jelas dalam penerapannya tergolong asal – asalan, misalnya spesipikasi pada galian pondasi, matrial pasir yang seharusnya , semen yang seharusnya, begitupun kadar pemakaian campuran semen adukan tidak menggunakan takaran, papan proyek pun tidak ada.
Penulisan papan proyek sebagaimana dimaksud pada Kepres No. 80 Tahun 2013 tersebut mewajibkan untuk mencantumkan spesipikasi proyek seperti; besaran anggaran, sumber pembiayaan, volume proyek, waktu dan tempat kegiatan proyek dan mencantumkan nama serta identitas perusahaan kontraktor yang melaksanakan proyek hal ini dimaksudkan sebagai pelayanan informasi public atas pelaksanaan satuan kegiatan pembangunan infrastruktur.
Penulisan papan proyek sebagaimana dimaksud pada Kepres No. 80 Tahun 2013 tersebut mewajibkan untuk mencantumkan spesipikasi proyek seperti; besaran anggaran, sumber pembiayaan, volume proyek, waktu dan tempat kegiatan proyek dan mencantumkan nama serta identitas perusahaan kontraktor yang melaksanakan proyek hal ini dimaksudkan sebagai pelayanan informasi public atas pelaksanaan satuan kegiatan pembangunan infrastruktur.
Keberatan pemasangan papan proyek ini mengindikasikan suatu kelalaian dan kurangnya disiplin Satuan Kerja Pelaksana Daerah (SKPD) didalam melaksakan pengawasan internal. Kemudian para kontraktor sendiri sebagai rekanan pelaksana proyek bersikap semaunya tanpa pengawasan secara internal maupun dari pihak eksternal. Fenomena ini mengesankan adanya unsur kesengajaan agar masyarakat sebagai control social tertutup untuk memperoleh informasi sesuai dengan Undang-Undang No14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Pembangunan tanpa papan proyek ini banyak sekali dijumpai pelaksanaan ditingkat daerah, kecamatan maupun kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di pedesaan, tentu saja hal ini mengundang banyak pertanyaan bagi kalangan masyarakat yang ingin tahu informasi, apakah pemenangannya sistem tender atau penunjukan langsung (PL), apakah anggaran bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Daerah, P4D, PNPM, PPIP Aspirasi atau apa? Untuk sekedar ingin mengetahui sumber anggaran saja cukup sulit, ini menunjukan masih mahalnya menjalankan prinsip transparansi publik.
Sementara itu pengawasan internal maupun dari kalangan media social control kurang terjalin akses informasi yang berkesinambungan, bahkan terkesan sangat tertutup rapat kendatipun fakta yang ada secara kasat mata proyek pembangunan yang dilaksanakan tidak sesuai spesifikasi rencana anggaran proyek.
Karena itu hasilnya tidak heran lagi jika target yang dikejar rekanan pelaksana proyek tersebut sekedar hitungan kwantitas alias asal jadi dan untung, meski mengurangi spek dan penggunaan bahan matrial tanpa memperhatikan kwalitas.
Karena itu hasilnya tidak heran lagi jika target yang dikejar rekanan pelaksana proyek tersebut sekedar hitungan kwantitas alias asal jadi dan untung, meski mengurangi spek dan penggunaan bahan matrial tanpa memperhatikan kwalitas.
Wajar dan pantas saja jika proyek pembangunan yang hanya dalam tempo hitungan bulan setelah selesai kembali mengalami kerusakan bahkan sampai ambruk seperti ini, Anehnya, pihak terkait seperti, Inspektorat Kab Bandung, maupun pihak Dinas PU Bina Marga terkesan cuek, tutup mata, tutup telinga seolah-olah aman saja dan bagus hasilnya, padahal mengenai pengerjaannya terkesan asal jadi oleh pemborong.
Masyarakat tidak tahu berapa anggaran dan volume proyek tersebut..??? Keketika di jumpai di Kantor Desa selasa 10-11-15 pukul 15:00wib Kepala Desa Bojongsari (Ujang Ruhiyat)saat dikonfirmasi di kantornya berkaitan dengan proyek TPT di Desa Bojongsari kepada media menjelaskan, tentang proyek pembuatan TPT baru jadi beberapa bulan di perkirakan 4 bulan kurang Sudah ambruk ga karuan "tuturnya, Itu adalah proyek langsung dari kabupaten, akan tetapi Pihak pelaksana nya, pemborong, maupun dari Dinas PU Bina Marga Kab. Bandung tidak pernah mengontrol hasil pengerjaan pemborong.
Ketika di tanya mengenai berapa anggaran dan panjang nya pengerjan TPT apa kah masyarakat tau??? pa kades menjelas kan “Jangankan masyarakat, saya juga sebagai kepala desa tidak tau berapa anggaran Proyek tersebut "tegas nya"dengan lantang.
By: Wahyu (Ina-Ina)
Tidak mencontohkan dengan baik
ReplyDelete